Sepanjang tahun lalu, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan tertinggi dengan Negeri Sakura senilai US$7,68 miliar.
Klaim Tarif Preferensi
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso menjelaskan IJEPA —yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2008— menjadi jalan bagi investor Jepang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai hub atau pusat produksi untuk memasuki pasar kawasan dan global.
“Permendag ini diharapkan akan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha terutama saat mengajukan klaim tarif preferensi di Jepang, karena SKA Elektronik tidak memerlukan lagi SKA kertas yang berisiko hilang atau rusak ketika dalam perjalanan,” terang Budi.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Bambang Jaka Setiawan menambahkan eksportir perlu memahami aturan pemenuhan asal barang dan pembuatan SKA secara komprehensif.
Sebab, lanjutnya, implemmentasi IJEPA memungkinkan pengusaha Indonesia memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi dengan menggunakan SKA Elektronik untuk menekan biaya produksi.
“Hal ini dapat meningkatkan daya saing industri, menjadikan produk Indonesia lebih kompetitif dalam pemanfaatan preferensi, serta memaksimalkan peluang pasar Jepang,” ujarnya, menambahkan bahwa secara prinsip, SKA Elektronik bekerja melalui system to system.
“Setelah mendapatkan persetujuan terbit dari Instansi Penerbit SKA (IPSKA), data SKA akan dikirimkan secara elektronik melalui Lembaga National Single Window (LNSW) dan otomatis dikirimkan ke sistem Jepang, sehingga proses penerimaannya pun terbilang sangat cepat,” urai Bambang.
Sekadar catatan, hingga saat ini, hanya ada beberapa skema perjanjian saja yang dapat mengimplementasikan SKA Elektronik karena integrasi sistem dengan negara mitra memerlukan komitmen dan kesiapan sistem yang baik.
“Untuk itu, para pelaku usaha diharapkan dapat memanfaatkan implementasi SKA Elektronik pada skema IJEPA untuk meningkatkan ekspor dengan fasilitas tarif preferensi,” kata Bambang.
(wdh)