Logo Bloomberg Technoz

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan keluhan serupa terkait dengan alasan di balik sulitnya merealisasikan transisi energi di ASEAN, khususnya Indonesia.

Menurutnya, isu penanaman kapital di sektor ekonomi hijau tidak sekadar dipicu biaya yang mahal, tetapi ketakutan pemodal terhadap stigma RI sebagai negara berbasis batu bara.

Menyitir riset International Renewable Energy Agency (Ierna), kebutuhan investasi jangka pendek Indonesia dalam rangka percepataan transisi energi mencapai US$314,5 miliar atau sekira Rp4,7 kuadriliun selama 2018—2030. Dengan demikian, Indonesia baru dikatakan sanggup memenuhi komitmen Paris Agreement untuk menurunkan suhu sebesar 1,5 derajat celcius.

“Sebenarnya banyak [investor] yang tertarik mendanai atau berinvestasi [untuk transisi energi di Indonesia], tetapi mereka maunya hanya di sektor renewables [energi baru terbarukan], tanpa menyelesaikan isu coal retirement [pensiun dini PLTU batu bara],” ujar Sri Mulyani di sela Seminar on Financing Transition in Asean, yang merupakan bagian dari rangkaian pertemuan Asean Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) di Nusa Dua, akhir Maret.

Sri Mulyani menegaskan, komitmen investasi di sektor EBT saja tidak akan cukup untuk membantu Indonesia mewujudkan misi nol karbon pada 2030. Investor harus mau masuk ke pendanaan pensiun dini PLTU berbasis energi fosil atau batu bara.

Cuma karena ada kata ‘batu bara’ di situ, investor banyak yang enggan. Mereka takut dituding mendanai proyek-proyek yang bertentangan dengan komitmen green financing, padahal tujuannya juga untuk transisi energi,” ujarnya. 

(krz/wdh)

No more pages