“Jumlah realisasi investasi di DSP per hari ini, yang rendah di Danau Toba karena masalah lahan. Kami akan dorong agar regulasinya lebih jelas. Penentuan positioning untuk meningkatkan komitmen pemda itu harus kami lakukan supaya pada 2024, Destinasi Superprioritas mampu menyelesaikan target investasi US$6 miliar—US$8 miliar, dengan serapan 4,4 juta tenaga kerja,” tegas Sandi.
Komitmen Investasi
Lebih lanjut, Sandi menjabarkan beberapa komitmen investasi yang telah dan akan segera masuk di DSP. Kebanyakan modal yang masuk berasal dari sektor akomodasi dan perhotelan.
“Di Danau Toba sudah ada investasi dari Calera Resport Rp60 miliar, tetapi [investasi] yang lain belum hadir. Di Likupang ada J.W. Marriott Rp1,5 triliun di Minahasa Utara dan Westin Rp2 triliun di Manado. Beberapa investasi lainnya dalam catatan kami sudah ada, tetapi betul, saya lihat masih jauh dibandingkan dengan potensi yang kita miliki,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah terus mengomunikasikan kepada pelaku usaha sektor turisme bahwa berinvestasi di 5 DSP akan mendapatkan berbagai insentif keringanan pajak dari pemerintah.
“Melalui insentif tax holiday, kami dorong investasi untuk masuk dalam lingkup kawasan ekonomi khusus. Destinasi lain seperti Labuan Bajo dan Danau Toba juga kami tawarkan insentif serta fasilitasi serupa yang fokusnya untuk peningkatan daya tarik dan infrastruktur. Permasalahan [perizinan] lahan yang makan waktu harus kita percepat.”
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebut penyebab rendahnya investasi di Proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) juga dipicu oleh kendala dari sektor perbankan.
"Selain itu, salah satunya juga adalah komitmen bank. Jadi perbankan kita masih menilai, sektor pariwisata kita masih berisiko. Ini mungkin masih perlu dilihat lagi, karena kalau bank tidak support, ya investasinya hilang," tegas Hariyadi, akhir Mei.
(wdh)