Logo Bloomberg Technoz

Omnibus Kesehatan

Undang-undang tersebut akan menghapus kewajiban negara untuk menganggarkan minimal 5% di APBN dan minimal 10% di APBD untuk belanja kesehatan. Sebagaimana diberitakan Bloomberg News, hal ini akan memungkinkan pemerintah untuk memanfaatkan sektor swasta untuk membangun fasilitas medis negara.

Didalamnya, akan diatur mekanisme penarikan dana publik untuk pembangunan rumah sakit umum. Tidak jelas bagaimana ini akan berdampak terhadap porsi kepemilikan asing di sektor kesehatan, sebagaimana telah diatur oleh Kementerian Investasi. 

Anggota Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengatakan bahwa poin tersebut seharusnya tidak dihapuskan. Dia mengatakan, seharusnya penganggaran wajib itu ditambah demi pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan.

"Padahal mandatory spending sektor kesehatan masih sangat diperukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat," kata Dede saat membacakan penolakan dalam pengesahan UU dalam rapat paripurna.

Pemikiran ini ditolak oleh Menteri Kesehatan  Budi Gunadi Sadikin, yang mengatakan bahwa mandatory spending tidak efektif karena selama ini tidak memberikan hasil yang diharapkan. 

Lebih Banyak Dokter

Dalam UU ini, mahasiswa Indonesia yang ingin menjadi dokter tidak hanya akan dibebaskan dari pembayaran uang kuliah selama masa residensi di rumah sakit, tetapi juga berhak menerima gaji. UU baru juga akan menyederhanakan proses bagi dokter yang mengajukan izin praktik.

Di sisi lain, UU ini juga memungkinkan dokter asing untuk bekerja dan melakukan praktik di Indonesia hingga 4 tahun apabila ada pengajuan permintaan dari institusi kesehatan lokal. 

Meski demikian, Menkes mengatakan para dokter asing tersebut tetap harus melalui masa uji coba selama 2 tahun.

"Jadi dengan ini, proses adaptasi masih ada. Cuma sekarang dibeda-bedakan, tergantung dari dia lulusan mana dan pernah bekerja di mana," kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan.

Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tindakan ini tidak akan mengatasi masalah kesenjangan layanan medis antara daerah perkotaan dan perdesaan. Padahal isu ini adalah hal yang lebih mendesak. "Negara ini memiliki dokter spesialis yang cukup. Masalah kita ada di distribusi yang masih terpusat di kota-kota besar,” kata Ketua IDI Adib Khumaidi sebelumnya.

(yun/dhf)

No more pages