Logo Bloomberg Technoz

"Penurunan penjualan ritel secara tahunan memang menunjukkan ada penurunan daya beli masyarakat karena memang tahun lalu kita sangat menikmati  windfall komoditas sehingga uang beredar sangat banyak dan berimbas pada daya beli masyarakat yang tinggi," komentar Teuku Riefky, ekonom dari LPEM UI kepada Bloomberg Technoz, Rabu siang (12/7/2023). 

Waspadai kelesuan berlanjut

Kelesuan penjualan eceran diperkirakan akan berlanjut pada Juni dengan prakiraan kontraksi -0,1% month-to-month, meski secara tahunan diprediksi berbalik tumbuh positif 8%, demikian hasil survei Bank Indonesia yang dirilis hari ini. Terutama didorong oleh penjualan kelompok makanan dan minuman serta bahan bakar kendaraan bermotor. 

Proyeksi itu kemungkinan besar menjadi kenyataan bila menimbang hasil survei konsumen terakhir yang dirilis pekan lalu di mana mayoritas konsumen di Indonesia menurun level optimisme-nya terhadap kondisi ekonomi ke depan.

Indeks Keyakinan Konsumen Juni masih di level optimistis akan tetapi turun ke posisi 127,1 dari sebelumnya di 128,3 pada Mei 2023. Penurunan optimisme konsumen terjadi di hampir semua kelompok pengeluaran, di mana yang terlihat paling kurang optimistis adalah kelompok pengeluaran menengah bawah (Rp2,1 juta-Rp3 juta) dan menengah (Rp4,1 juta-Rp5 juta).

Mulai memudarnya keyakinan konsumen itu utamanya untuk pembelian barang tahan lama yang diprediksi menurun pada Juni terutama oleh kelompok pengeluaran di atas Rp5 juta, juga kelompok Rp2,1 juta-Rp3 juta.

Pemicu penurunan keyakinan konsumen tak lain adalah karena kekhawatiran terhadap kondisi penghasilan yang ditakutkan tidak lagi bisa mengimbangi pengeluaran. Pada Juni 2023, optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu menurun, bila dibanding survei pada Mei terutama pada kelompok berpengeluaran menengah ke bawah.

Berharap Stimulus

Tidak mengherankan jika keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi Indonesia dalam 6 bulan ke depan juga terseret turun ke posisi 137,5 pada Juni 2023, setelah berada di posisi 137,8 pada bulan sebelumnya. 

Luruhnya ekspektasi konsumen tersebut juga terutama karena penurunan keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja dalam 6 bulan ke depan.

Untuk mengungkit laju belanja rumah tangga, masyarakat membutuhkan stimulasi atau dorongan demi memastikan uang yang dibelanjakan memang tersedia. Stimulasi itu salah satunya bisa diharapkan dari penciptaan lapangan kerja berkualitas yang lebih banyak, PR besar pemerintah yang sampai saat ini masih belum menunjukkan perbaikan. 

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Juli lalu, menunjukkan, lapangan kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerjaan informal dengan persentase mencapai 60,12% dibandingkan pekerjaan formal yang hanya 39,88%.

Bila dibandingkan pada 2022, kualitas lapangan kerja di Indonesia tahun ini lebih buruk menilik pada tahun lalu persentasenya masih di angka 40,03% di pekerjaan formal dibandingkan 59,97% informal.

Terus dominannya lapangan kerja informal akan berdampak pada daya beli masyarakat karena tingkat pendapatan di lapangan kerja informal relatif lebih rendah dibanding pekerjaan formal. Bila tingkat pendapatan tidak mampu mencatat perbaikan, harapan pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan belanja rumah tangga juga sulit dipenuhi.

Di tengah kelesuan kinerja ekspor karena faktor permintaan global yang melemah dan penurunan harga komoditas dunia, pertumbuhan ekonomi RI tahun ini akan banyak berharap pada laju konsumsi domestik baik belanja rumah tangga maupun belanja pemerintah.

Konsumsi rumah tangga menjadi tumpuan dan membutuhkan stimulus lebih besar kala belanja pemerintah sejauh ini juga masih lesu dengan pertumbuhan hanya 0,9% pada semester I-2023.

"Stimulus dibutuhkan dalam arti penguatan jaring pengaman sosial melalui program social safety net agar dampak tidak besar bagi masyarakat rentan dan miskin. Akan tetapi, bukan stimulus yang [mendesak] dibutuhkan tapi bagaimana agar pemerintah dapat menjaga keyakinan konsumen bahwa di tahun politik kondisi masih akan tetap stabil. Jika masyarakat bisa dijaga kepercayaan dirinya, sehingga aktivitas belanja berjalan juga kegiatan ekonomi lain, maka konsumsi masyarakat masih akan terjaga," jelas Riefky. 

(rui/aji)

No more pages