Logo Bloomberg Technoz

China menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini. Saat ekonomi dunia yang diharapkan tumbuh minimal 2,8% pada tahun 2023, target tersebut terlihat tidak terlalu buruk. Namun kenyataannya, pertumbuhan ekonomi China masih berada di bawah kebijakan Covid Zero pada 2022.

Jika mengesampingkan efek tersebut, Bloomberg Economics mengatakan, pertumbuhan China untuk tahun 2023 akan mendekati 3%, kurang dari setengah rata-rata pra-pandemi. Selain itu, tingkat inflasi konsumen China terlihat datar pada Juni, sementara harga produksi pabrik turun lebih jauh. Hal ini memicu kekhawatiran akan risiko deflasi, penurunan harga yang dapat menghancurkan ekonomi.

Data IMF tentang pertumbuhan ekonomi di 2023. (Sumber: Bloomberg)

2. Mengapa menjadi masalah?

Banyak pekerjaan dan produksi dunia bergantung pada China. IMF memperkirakan China akan menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi global selama lima tahun ke depan yang diprediksi mewakili 22,6% dari total pertumbuhan dunia. China memberikan dampak besar kepada dunia lewat sektor perdagangan, terlebih pada negara pengeskpor minyak seperti Brasil dan Australia yang sangat rentan terhadap siklus infrastruktur dan properti China.

Harga komoditas utama termasuk baja dan bijih besi berjangka turun tahun ini karena permintaan terhadap logam tidak bertambah sebanyak yang diharapkan para trader. Kemerosotan tersebut secara khusus berdampak pada eksportir barang-barang teknologi tinggi, apalagi pengiriman dari Korea Selatan dan Taiwan turun sebanyak dua digit setiap bulannya di paruh pertama tahun ini. 

Ditambah lagi warga China masih belum bepergian ke luar negeri setelah bertahun-tahun pembatasan Covid, karena pendapatan dan kepercayaan diri pada pekerjaan mereka masih lemah. Hal ini merugikan negara-negara yang bergantung pada sektor pariwisata. Dengan adanya risiko kenaikan suku bunga lebih lanjut yang membawa AS ke jurang resesi, prospek pertumbuhan China dan AS yang merosot di waktu yang bersamaan semakin merugikan banyak orang.

Kontribusi dunia pada pertumbuhan ekonomi. (Sumber: Bloomberg)

3. Di mana letak kesulitannya?

Berbagai sektor ekonomi di China sedang berjuang keras. Berdasarkan data yang dirilis pada akhir Juni, aktivitas manufaktur kembali memperlihatkan kontraksi. Ekspor mulai menyusut. Padahal selama pandemi, pabrik-pabrik China bergantung pada pemesanan AS dan Eropa. Diketahui, sejak mencapai rekor tertinggi sebesar US$340 miliar pada Desember 2021, ekspor turun menjadi US$284 miliar pada bulan Mei karena kenaikan suku bunga membebani aktivitas ekonomi di AS dan Eropa.

Yang lebih memperburuk situasi adalah upaya AS untuk memblokir akses China terhadap pasokan semikonduktor canggih dan teknologi lain yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan. Para pejabat di Washington menyebut hal ini sebagai "persaingan strategis" sementara China mengecamnya sebagai "penahanan". Total impor barang di China turun sebanyak 6,7% dalam lima bulan pertama tahun ini, setelah sempat naik tipis sebanyak 1,1% pada tahun 2022. Utang fasilitas pembiayaan pemerintah daerah atau LGFV menimbulan tekanan lain bagi beberapa kota atau kabupaten yang kekurangan dana.

Kota-kota menggenjot pinjaman off-book selama pandemi karena sumber pendapatan yang lebih tradisional mulai mengering karena penurunan permintaan perumahan. Dalam sebuah skenario di mana konstruksi perumahan runtuh, berkurangnya perjualan tanah memukul pengeluaran pemerintah. Resesi AS melemahkan permintaan global, dan pasar China beralih ke mode risk-off, di mana para pedagang fokus melindungi modal. Model dari SHOK Bloomberg menunjukkan pertumbuhan ekonomi China terpangkas sebanyak 1,2 poin persentase.

PDB nominal China sebagai persentase dari AS. (Sumber: Bloomberg)

4. Di mana para pembeli pasca-Covid?

Pada awal 2023, China sangat optimistis akan melihat pemulihan belanja konsumen yang cepat, didorong oleh revenge shopping atau kompensasi keinginan belanja yang tertunda selama karantina, makan di luar, dan bepergian. Namun selama paruh pertama tahun ini, kecemasan tentang arti pertumbuhan yang melambat bagi pengangguran dan pendapatan, juga efek negatif dari sektor properti yang merosot, mendorong masyarakat untuk menabung daripada berbelanja.

Salah satu contohnya, pengeluaran selama perjalanan domestik saat liburan festival perahu naga pada bulan Juni lebih rendah dari tingkat sebelum pandemi. Penjualan mobil di bulan yang sama juga menurun jika dibandingkan tahun lalu. Hambatan besar lainnya ada pada jumlah pengangguran kaum muda yang mencapai angka 20,8%, empat kali lipat dari tingkat perkotaan nasional. Sebagian besar dipengaruhi oleh tindakan keras Beijing terhadap perusahaan teknologi besar dalam beberapa tahun terakhir, yang mengurangi kesempatan bagi lulusan muda yang ambisius untuk berkarier.

5. Ada apa dengan sektor properti?

Pemerintah berusaha menindak pengembang real estat yang terlilit utang pada tahun 2020 untuk mengurangi risiko terhadap sistem keuangan. Hal ini mendorong turunnya harga perumahan dan menyebabkan sejumlah perusahaan yang lebih lemah gagal bayar. Banyak pengembang yang berhenti membangun rumah yang sudah terjual namun belum diserahkan, mendorong sejumlah pemilih untuk berhenti membayar hipotek. Gejolak ini menjadi peringatan bagi banyak warga China yang menganggap properti sebagai investasi untuk menyimpan kekayaan.

Pemerintah meluncurkan rencana penyelamatan pada akhir tahun lalu tetapi gagal memicu keinginan untuk membeli. Pada pertengahan 2023, harga rumah baru dan bekas turun setiap bulan selama lebih dari satu tahun. Namun, tak ada indikasi bahwa penurunan tersebut menarik minat para pembeli baru yang diharapkan bisa membantu pemulihan. Bank mengeluarkan pinjaman jangka panjang terkecil untuk rumah tangga tahun lalu dalam hampir satu dekade, dan pinjaman turun sebesar 13% lagi dalam lima bulan pertama tahun ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak orang yang mengambil hipotek baru.

Pada bulan Juli, China mengatakan akan memperluas kebijakan untuk mendukung para pengembang yang kekurangan dana, dan menopang sektor yang sedang melemah. Termasuk memungkinkan penundaan pembayaran pinjaman selama satu tahun.

Penjualan rumah di China masih lemah. (Sumber: Bloomberg)

6. Apa yang dilakukan pemerintah China?

Bank sentral China memangkas suku bunga pada bulan Juni, yang menjadi cara tradisional untuk membantu pertumbuhan ekonomi. Langkah mengejutkan tersebut meningkatkan ekspektasi pemerintah akan memberlakukan lebih banyak stimulus moneter dan fiskal. Kemungkinan yang dapat terjadi termasuk pelonggaran lebih lanjut dalam pembatasan properti, keringanan pajak bagi konsumen, lebih banyak investasi infrastruktur dan insentif bagi produsen, terutama di sektor teknologi canggih.

Akan tetapi pada awal Juli, perubahan kebijakan sebagian besar bersifat inkremental seperti memperpanjang keringanan pajak untuk kendaraan listrik baru hingga tahun 2027. Tingkat utang publik yang tinggi dan upaya Xi untuk mengekang spekulasi properti dapat membatasi rencana pengeluaran besar. Bloomberg News melaporkan pada Juli bahwa bank-bank negara besar telah mulai menawarkan pinjaman LGFV degan jatuh tempo yang sangat panjang, dan keringanan bunga sementara untuk membantu mencegah krisis kredit. Beberapa kota telah menurunkan persyaratan uang muka dan menghapus batasan pembelian properti untuk membantu menghidupkan kembali pasar properti.

7. Bagaimana prospek perekonomian China?

Dengan menyusutnya populasi dan melambatnya urbanisasi, faktor struktural yang mendorong permintaan akan perumahan di China juga berkurang. Artinya, China bisa menghadapi periode di mana pertumbuhan menjadi lemah sementara negara menyelesaikan masalah utangnya, seperti yang pernah dialami Jepang dalam periode yang disebut "dasawarsa yang hilang". Periode tersebut adalah masa-masa di mana pecahnya gelembung harga aset di Jepang. 

Secara keseluruhan, dinamika tersebut dapat mengancam gagalnya momentum China untuk mengungguli AS sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yang diprediksi bisa terjadi pada awal tahun 2030.

--Dengan asistensi dari Yujing Liu.

(bbn)

No more pages