Bisokop pertama yang dibangunnya berlokasi di Jalan MH Thamrin Kavling 21 pada 1986. Kala itu, ia memanfaatkan momentum tren konsep bioskop di Amerika Serikat (AS) dengan menyulap gedung bioskop Kartika Chandra menjadi konsep sinepleks.
Perubahan itu ia lakukan bersama rekannya, Raam Punjabi. Namun, Sudwikatmono bukan orang baru di industri ini.
Dirinya bahkan sudah memproduksi dan mengimpor film Mandarin sejak tahun 1970-an. Usahanya ini ia lakukan berkerjasama dengan Bambang Soetrisno dan Benny Suherman.
Pada 1998, barulah nama PT Nusantara Sejahtera Raya digunakan. Setahun setelah pengesahan nama ini, Sudwikatmono, nama yang kabarnya menjadi inspirasi brand Bioskop 21, menjual kepemilikannya kepada Harris Lasmana dan Benny Suherman.
Seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi nama Subentra dan Harris Lasmana dalam struktur pemegang saham. Nama keduanya digantikan PT Harkatjaya Bumipersada dan PT Adi Pratama Nusantara.
Barulah pada 2017, Salween Investment Private Limited masuk. Masuknya entitas kendaraan investasi Singapura ini, GIC, ditandai dengan peningkatan modal Nusantara Sejahtera Raya menjadi Rp75,01 miliar dari sebelumnya Rp75 miliar.
Peningkatan modal dilakukan dengan penerbitan 100.000 saham. Jumlah saham ini yang kemudian menjadi porsi Salween.
Sehingga, struktur pemegang saham Nusantara Sejahtera sampai saat ini adalah, Harkatjaya Bumipersada selaku pemegang 79,99% saham Nusantara Sejahtera, Adi Pratama Nusantara 20% saham dan Salween 0,01% saham.
Meski sudah tidak ada nama pemegang saham individu dalam struktur kepemilikan Nusantara Sejahtera, Benny Suherman, Cisca Widjaja, Suryo Suherman, Melia Suherman dan Arif Suherman, yang merupakan kelompok yang terorganisasi (acting in concert), tetap sebagai pengendali perseroan. Ini merupakan keputusan sirkuler pemegang saham tertanggal 30 Mei 2023.
Jatah Tambahan Salween
Cinema XXI akan menawarkan 8,34 miliar saham dengan rentang harga Rp270/saham hingga Rp288/saham. Sehingga, perusahaan berpotensi memperoleh dana segar antara Rp2,25 triliun hingga Rp2,40 triliun.
Di samping IPO, Cinema XXI juga akan melaksanakan private placement 10% saham kepada beberapa investor strategis. Pelepasan saham dilakukan oleh PT Harkatjaya Bumipersada (HJB) sebanyak 8%, dan PT Adi Pratama Nusantara (APN) sejumlah 2%.
Susunan pemegang saham Cinema XXI sebelum aksi IPO ialah HJB 71,99%, APN 18%, dan Salween Investment Private Limited (SIP) 0,01%. Setelah IPO, ESA, dan private placement, susunan pemegang saham menjadi HJB 63,99%, APN 16%, SIP 0,01 persen, ESA 0,01%, dan masyarakat 19,99%.
Ada call option agreement antara HJB dan APN dengan SIP untuk mengambil saham Cinema XXI. Jika opsi ini terjadi maka susunan pemegang saham Cinema XXI nantinya menjadi HJB 45,99%, APN 11,5%, SIP 22,51%, ESA 0,01%, dan masyarakat 19,99%.
Cinema XI akan menggunakan sekitar 65% untuk ekspansi jaringan bioskop Cinema XXI, melalui pengembangan bioskop dan/atau teater baru untuk menambah jumlah layar. Cinema XXI juga akan membeli proyeksi gambar dan suara dengan teknologi baru yang diperlukan untuk pembangunan tersebut.
Selanjutnya, sekitar 20% dana IPO untuk pembayaran lebih awal utang ke Bank BRI (BBRI) senilai Rp1,39 triliun. Setelah pembayaran, saldo kewajiban perseroan menjadi Rp917,10 miliar.
Sisanya 15% dana IPO untuk modal kerja, termasuk pembelian barang dan jasa dalam rangka mendukung kegiatan usaha Cinema XXI.
Penjamin pelaksana emisi efek ialah PT Indo Premier Sekuritas, PT J.P. Morgan Sekuritas Indonesia, PT Mandiri Sekuritas, dan PT UBS Sekuritas Indonesia. Penjamin emisi efek akan ditentukan kemudian. Adapun jadwal IPO adalah sebagai berikut.
- Masa penawaran awal : 10-14 Juli 2023
- Perkiraan tanggal efektif : 25 Juli 2023
- Perkiraan masa penawaran umum saham perdana : 27 Juli-31 Juli 2023
- Perkiraan tanggal penjatahan : 31 Juli 2023
- Perkiraan tanggal distribusi saham secara elektronik : 1 Agustus 2023
- Perkiraan tanggal pencatatan di BEI : 2 Agustus 2023.
(dhf)