Logo Bloomberg Technoz

Investor Cinta Rupiah, Ini Buktinya

Ruisa Khoiriyah
11 July 2023 13:40

Ilustrasi Rupiah. (Brent Lewin/Bloomberg)
Ilustrasi Rupiah. (Brent Lewin/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Arah kebijakan bunga acuan Amerika Serikat yang masih lanjut di jalur hawkish dan diprediksi akan bertahan dalam waktu lama, telah membuat likuiditas dolar AS di pasar global terus terkuras sehingga menekan nilai tukar yang menjadi lawannya, termasuk rupiah.

Akan tetapi, hal itu tidak selalu berarti kejatuhan besar bagi aset berbasis rupiah, seperti Surat Utang Negara (SUN) Indonesia. Imbal hasil SUN masih bertahan stabil walau sedikit tertekan di tengah aksi jual obligasi negara maju. Terutama di tengah lanskap likuiditas domestik yang masih melimpah dan dominasi pemodal asing yang berkurang tergusur oleh perbankan dalam hal kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar.

Tingkat imbal hasil surat utang terbitan pemerintah Amerika, US Treasury, kemarin menapak naik ke level 4%, level tertinggi dalam empat bulan terakhir terungkit arah kebijakan hawkish Federal Reserve yang memastikan bunga acuan akan terus dikerek naik sampai target inflasi ke 2% tercapai.

Pada saat yang sama, langkah pemerintah AS meloloskan RUU penangguhan krisis utang juga akan memicu penerbitan Treasury bill baru sekitar US$ 1 triliun di mana itu berpotensi mengurangi likuiditas di sistem keuangan Amerika serta meningkatkan volatilitas yield UST.

Pergerakan yield SUN/INDOGB 10 tahun selama setahun terakhir (Bloomberg)

Melambungnya imbal hasil US Treasury mengindikasikan aksi jual investor dan merembet pula di pasar surat utang di negara dengan peringkat kredit lebih rendah seperti Indonesia.