Di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) untuk kontrak seminggu ke depan, pairing USD/IDR sudah bergerak di harga Rp15.207/US$ pada Selasa pagi (11/7/2023) melanjutkan kenaikan untuk lima hari berturut-turut. Pergerakan nilai tukar di pasar derivatif NDF biasanya diikuti oleh pola serupa di pasar spot.
Rupiah juga akan menunggu rilis data Indeks Penjualan Riil untuk Mei yang dirilis oleh Bank Indonesia. Dari luar negeri, pelaku pasar juga menanti data inflasi CPI Amerika pada 12 Juli nanti disusul indeks harga produsen AS sehari setelahnya.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi masih akan melemah dengan harapan terjadi koreksi terbatas di antara area Rp15.200 - Rp15.222/US$ pada indikator MA-200 nya.
Sementara pada trendline garis ungu menjadi support kuat rupiah untuk menahan pelemahan lebih lanjut pada level Rp15.255/US$. Sedangkan, trendline garis hijau menjadi resistance dan target penguatan.
Selama nilai rupiah masih bertengger di atas Rp15.100/US$ maka masih ada potensi melanjutkan pelemahan, apabila terjadi penguatan hingga di bawah Rp15.100/US$ maka nilai rupiah berpotensi menguat hingga menuju Rp15.059/US$.
Suplai SUN dibatasi
Pemerintah memutuskan mengurangi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dari semula Rp712,9 triliun menjadi Rp362,9 triliun, sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indarwati di hadapan DPR-RI, Senin kemarin.
"Degan tren cost of fund dan suku bunga yang melonjak di banyak negara, strategi mengurangi penerbitan surat utang menempatkan Indonesia pada posisi yang relatif aman dan stabil kuat," kata Sri.
Pemerintah berencana mengandalkan dana cadangan senilai Rp170,9 triliun dan tambahan penerimaan pajak senilai Rp100 triliun untuk membantu mendanai defisit fiskal APBN tahun ini di mana angka defisit juga lebih kecil menjadi 2,3% dari perkiraan semula 2,84%.
Sri Mulyani memaparkan, pembiayaan utang tercatat turun 15,4% pada realisasi Semester I-2023. Pemerintah tercatat hanya melakukan issuance atau penerbitan surat berharga negara sebesar Rp157,9 triliun. Angka itu lebih kecil dibandingkan periode yang sama dengan total penerbitan sebesar Rp182,6 triliun.
Surat utang RI menjadi favorit para investor sepanjang tahun ini didukung oleh kondisi makroekonomi, inflasi melandai dan momentum pertumbuhan yang stabil. Pasokan SUN yang lebih ketat di pasar berpeluang memperpanjang reli surat utang RI dengan dukungan bunga acuan BI7DRR yang bertahan dalam lima bulan terakhir di level 5,75%.
"Kinerja INDOGB/SUN telah mengungguli obligasi negara lain dalam beberapa bulan terakhir didukung inflasi yang menurun dan penyempitan defisit fiskal. Pengurangan pasokan akan membantu INDOGB mempertahankan kinerja baik sejauh ini," kata Vijay Kannan, Macro Strategist Societe Generale.
Indeks Bloomberg untuk SUN telah memberikan return 10% bagi pemodal asing, tingkat keuntungan tertinggi di pasar negara berkembang Asia. "Pemegang obligasi sangat diuntungkan melihat stabilitas Indonesia dan perkembangan APBN. Penilaian dari lembaga rating mengatakan Indonesia berada dalam posisi 'positif dan kondisi stabil' dengan 'potensi outlook lebih baik ke depan," kata Sri Mulyani.
-- dengan bantuan analisis teknikal M. Julian Fadli dari Bloomberg Technoz dan laporan Grace Sihombing dari Bloomberg News.
(rui)