Mundurnya Rutte menandai pergantian lebih lanjut dalam penjagaan politik Eropa, setelah kanselir veteran Jerman, Angela Merkel, pensiun pada 2021. Kondisi ini menyisakan Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, yang berkuasa beberapa bulan sebelum Rutte, menjadi satu-satunya perdana menteri dengan jabatan terlama di Uni Eropa.
Pemerintahan Rutte runtuh pada Jumat (7/7/2023) setelah awal pekan lalu ia memberikan ultimatum kepada koalisinya untuk membatasi hak reuni keluarga bagi para pengungsi dari zona perang.
Saat Rutte bersiap untuk berbicara kepada anggota parlemen pada Senin, ia seperti berada di tepi jurang. Menurut sumber yang tak ingin disebutkan namanya, beberapa mantan mitra koalisinya sedang mempertimbangkan pemungutan suara untuk menggulingkannya.
Menjatuhkan koalisi keempatnya dianggap sebagai permainan dari Mark Rutte untuk meraih kembali kekuasaan. Lawan-lawan politiknya menyebut langkah tersebut dilakukan untuk mendorong penyelenggaraan pemilu lebih cepat, memperkuat posisi politiknya dan bertaruh bahwa sikapnya terhadap imigrasi bisa menarik dukungan masyarakat.
Namun langkah yang diambil Rutte menjadi bumerang saat mantan mitra berbalik melawannya, membuatnya terancam dikeluarkan dengan paksa secara tidak bermartabat.
Rutte mengalami banyak masalah kontroversial dalam empat periode masa jabatannya. Ia bertanggung jawab atas skandal subsidi pengasuhan anak, yang membuat ribuan orang jatuh miskin dan memicu runtuhnya kabinet ketiga, juga membuat negaranya dihadapkan dengan inflasi tinggi dan krisis energi selama setahun terakhir.
"Ada spekulasi dalam beberapa hari terakhir tentang apa yang memotivasi saya," katanya kepada anggota parlemen saat mengumumkan kepergiannya. "Satu-satunya jawaban itu adalah Belanda."
(bbn)