Logo Bloomberg Technoz

“Lalu, ada pertanyaan, Pertamini dengan Pertashop untung mana? Pengecer atau Pertamini yang nyata-nyata ilegal dapat margin yang lebih besar karena adanya disparitas harga yang begitu tinggi. Margin pengecer bisa Rp2.000—Rp2.500 per liter. Sementara itu, Pertashop yang legal, marginnya cuma Rp850/liter, dapat untung yang lebih kecil, tetapi semua kewajiban resmi seperti pajak dan pungutan legal lainnya tetap jadi kewajiban kami,” tutur Gunadi.

Suasana pengisian BBM di SPBU Pertamina, Jakarta, Rabu (1/3/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)


Untuk diketahui, pada kuartal I-2022 harga Pertalite dibanderol Rp6.750/liter, sedangkan Pertamax Rp9.000/liter. Sejak adanya kenaikan harga Pertamax mulai April 2022, disparitas antara harga BBM subsidi dan nonsubsidi pun makin lebar lantaran Pertalite tidak mengalami kenaikan harga hingga September 2022.

Saat ini, atau Per Juli 2023, Pertalite dijual senilai Rp10.000/liter, sedangkan rerata harga Pertamax adalah Rp12.500/liter.

Gunadi menyebut salah satu risiko disparitas harga yang melebar adalah munculnya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dengan menyalurkan Pertalite ke pengecer atau Pertamini. Di sisi lain, Pertashop hanya boleh menjual BBM nonsubsidi.

Untuk itu, asosiasi mendesak pemerintah dan DPR segera meloloskan revisi Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. 

"Dengan ini, kami mohon evaluasi atau monitoring tetang Pertalite di pengecer, kami ingin segera sahkan revisi perpres No. 191/2014 karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite secara detail, beda dengan Solar yang konsumennya sudah tertata. Pertalite belum, masih banyak yang sebenarnya tidak boleh pakai Pertalite, tetapi ternyata masih ditemukan pakai BBM jenis Pertalite," kata Gunadi.

Untuk diketahui, pengusaha Pertashop –distributor resmi BBM dan produk ritel nonsubsidi Pertamina Group– melaporkan kerugian parah, seiring dengan isu disparitas harga dengan BBM bersubsidi.

Akibat masalah disparitas harga, omzet Pertashop diklaim anjlok hingga 90% dan usaha tersebut disebut tidak lagi menguntungkan. Dari 448 Pertashop; sebanyak 201 di antaranya merugi, terancam tutup, serta terancam disita asetnya lantaran tidak sanggup membayar angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan.

“Untuk itu, kami mengajukan permohonan disparitas harga BBM Pertamax dan Pertalite maksimal Rp1.500/liter di seluruh Indonesia, serta penertiban dan penegakan hukum atas pengecer ilegal,” tegas Gunadi.

Tabung gas LPG Pertamina./Bloomberg-Josh Estey


Distributor LPG 3 Kg

Selain mendesak pemerintah mengendalikan distribusi Pertalite melalui revisi Perpres No. 191/2014, Gunadi menyarankan agar Pertashop ditunjuk sebagai pangkalan LPG 3 Kg guna menghindari usaha tersebut dari keruntuhan.

“Usaha menjadi pangkalan LPG 3 Kg belum terealisasi karena kuota agen sudah habis disalurkan ke pangkalan yang sudah terdaftar di agen. Tiap kami mengajukan ke agen, jawabannya kuota habis. Kmi berharap [Pertashop diberi mandat] seperti layaknya SPBU yang ditunjuk sebagai pangkalan LPG 3 Kg. Jadi, kami tidak perlu mengajukan permohonan ke agen.”

Di sisi lain, dia juga menyoroti perizinan usaha Pertashop yang terkendala ketidaksinkronan regulasi antara pemerintah pusat dan daerah. Salah satunya adalah regulasi mengenai jarak aman antara mesin operator Pertashop dengan badan jalan.

Menurut site plan dari Pertamina, jarak aman antara jalan dengan modular adalah 4 meter, sedangkan menurut Kepmen PUPR No. 5/2022 jaraknya 3 meter, tetapi menurut peraturan daerah jaraknya adalah 15 meter

“Padahal, kami mengurus PBG dan SLF karena ada juknis revisi 2022. Pertashop yang eksisting, bangunannya sudah sesuai dengan site plan Pertamina, tetapi malah dipertanyakan pemda. Lalu juga kami diminta IMB, padahal sesuaai juknis Pertashop, seharusnya tidak memerlukan IMB.” 

Sekadar catatan, revisi aturan yang akan memaktub perihal pembatasan BBM jenis Pertalite sampai dengan saat ini masih jadi tanda tanya besar. Belum ada informasi kapan revisi aturan tersebut diterbitkan dan bagaimana mekanisme pembatasannya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji pada akhir Mei mengatakan revisi Perpres No. 191/2014 masih belum rampung.

Terkait dengan pembatasan pembelian Pertalite yang sudah berjalan di beberapa daerah, dia menyebut belum resmi berlaku alias masih diuji coba.

“Oh, itu belum resmi. Revisi masih ada di kami,” katanya ketika ditemui oleh awak media di Kompleks Parlemen.

Tutuka enggan menjelaskan bagaimana mekanisme pembatasan Pertalite yang akan diatur dalam revisi beleid tersebut. Namun, menurut kabar yang beredar, melalui revisi peraturan tersebut, nantinya akses pembelian Pertalite akan dilarang untuk kendaraan roda empat di atas 1.400 cc dan roda dua di atas 250 cc.

(wdh)

No more pages