RUU Peradilan Disahkan, Demo di Israel 'Pecah' di Jalan Ibu Kota
News
25 July 2023 17:44
Bloomberg Technoz, Parlemen Israel telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang membatasi wewenang Mahkamah Agung pada hari Senin (24/7). Akibatnya, berbagai protes meletus di ibu kota dan terus berlanjut hingga malam hari.
RUU ini berhasil mendapatkan dukungan sebanyak 64 suara dari total 120 kursi majelis, namun pemungutan suara tidak berjalan lancar karena anggota parlemen oposisi melakukan pemboikotan. Beberapa di antara mereka bahkan berteriak keras mengecam keputusan tersebut.
Baca Juga
Tidak hanya di dalam gedung parlemen, penolakan juga terjadi di luar gedung, di mana para pengunjuk rasa berkumpul dan mengekspresikan ketidaksetujuan mereka dengan berbagai cara, seperti membunyikan klakson, memukul drum, dan mengibarkan bendera Israel.
Demonstrasi ini telah dimulai sejak pagi hari menjelang pemungutan suara dan terus berlanjut hingga malam, terutama di Yerusalem dan Tel Aviv, dua pusat komersial penting di negara tersebut.
Warga kompak memblokir jalan-jalan sehingga polisi terpaksa menggunakan meriam air dan mengirimkan aparat berkuda untuk mengurai massa.
Para demonstran dengan tegas menolak RUU ini dan menyatakan kekhawatiran bahwa amandemen tersebut akan mengurangi peran Mahkamah Agung. Dengan RUU ini, Mahkamah Agung tidak akan lagi memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan pemerintah yang dianggap "tidak masuk akal".
Kritikus juga khawatir bahwa perubahan ini akan membuka pintu bagi pemerintah untuk menyalahgunakan kekuasaan. RUU tersebut merupakan bagian dari serangkaian perubahan undang-undang yang bertujuan untuk mereformasi sistem peradilan di Israel.
Sejak diajukan pada bulan Januari, program reformasi sistem peradilan ini telah menghadapi penolakan yang tegas dari berbagai kalangan warga Israel, termasuk militer. Ribuan tentara hingga pasukan khusus Israel bahkan menyatakan penolakan untuk bertugas jika RUU tersebut tetap dilanjutkan.
Ketegangan semakin meningkat dengan peringatan dari mantan petinggi militer bahwa kesiapan perang Israel dapat terganggu akibat perubahan undang-undang ini.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menanggapi pengesahan RUU ini dengan berjanji untuk mengadakan dialog dengan oposisi guna mencapai kesepakatan menyeluruh pada akhir November mendatang.
Namun, Gedung Putih menyayangkan pengesahan RUU yang kontroversial ini dan menyarankan agar amandemen semacam itu dicapai melalui "konsensus seluas mungkin".
Washington menilai bahwa Israel harus tetap menjadi negara demokrasi yang kuat, melindungi hak-hak individu bagi semua orang, dan menjamin kemandirian pengadilan. Pernyataan tersebut muncul setelah Perdana Menteri Netanyahu keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan menggunakan alat pacu jantung.
RUU ini telah menimbulkan ketegangan dan perpecahan di masyarakat Israel, dan reaksi dari masyarakat internasional juga mencerminkan keprihatinan atas perubahan yang diusulkan dalam sistem peradilan negara tersebut.
(bbn)